Dakwah Islamiyah adalah harakatu ishlah wa taghyir (gerakan perbaikan dan perubahan). Perbaikan dan perubahan dari jahiliyah kepada Islam; dari syirik kepada tauhid; dari penyembahan makhluk kepada penyembahan Khaliq; dari orientasi dunia kepada orientasi akhirat; dari kezaliman tirani kepada keadilan Islam; dari hukum nenek moyang buatan manusia kepada syariat Allah; dan dari perilaku tercela kepada perilaku terpuji.
Dengan begitu dakwah islamiyah juga merupakan gerakan iqomatuddin (penegakkan agama). Sebuah proses menyeluruh yang mengupayakan terjadinya peralihan struktur ideologi, budaya dan kekuasaan dalam sebuah masyarakat.
“…supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah” (QS. Al-Anfal, 8: 39)
Tentu saja hal ini bukan perkara mudah. Karena demikian banyak waktu dan tenaga yang akan terkuras. Demikian panjang dan terjal jalan yang harus dilalui. Oleh karena itu para pengemban dakwah wajib menyiapkan bekal yang cukup di perjalanan.
Ilmu dan Pemahaman
Bekal utama para pengemban dakwah adalah ilmu dan pemahaman. Muhammad Abdullah Al-Khatib dan Muhammad Abdul Halim Hamid dalam Nazharat fi risalatut ta’lim menyatakan, “Pemahaman yang benar dapat membantu mewujudkan amal yang benar, penerapannya yang tepat, dan dapat memelihara pemiliknya dari ketergelinciran.”
Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata: “Barangsiapa yang beramal tanpa didasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak daripada mashlahatnya.”
Orang ikhlas yang beramal, tetapi tidak memiliki pemahaman yang benar dan tidak mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya, dapat tersesat jauh dari jalan kebenaran.
Keikhlasan
Selain ilmu dan pemahaman, bekal lain yang harus disiapkan para pengemban dakwah adalah keikhlasan. Sehingga amalnya tidak tercampuri oleh keinginan-keinginan jiwa yang bersifat sementara, seperti menginginkan keuntungan materi, kedudukan, harta, ketenaran, tempat di hati manusia, pujian dari mereka, menghindari cercaan mereka, mengikuti bisikan nafsu, atau ambisi-ambisi lainnya yang dapat dipadukan dalam satu kalimat, yaitu melakukan amal untuk selain Allah, apa pun bentuknya.
Para pengemban dakwah hendaknya mengorientasikan perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya kepada Allah dan mengharap keridhaan-Nya, tanpa memperhatikan keuntungan materi, prestise, pangkat maupun gelar. Dengan begitu ia menjadi ‘tentara aqidah’, bukan tentara kepentingan yang hanya mencari kemanfaatan dunia.
Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)(QS. Al-An’am, 6: 162-163)
Stamina Amal
Peradaban Islam mustahil terwujud dengan amal tak beraturan, sporadis, reaksioner, temporer dan tambal sulam. Apalagi sekedar menebar slogan mentereng dan propaganda kosong. Oleh karena itu, para pengemban dakwah wajib membekali diri mereka dengan stamina amal yang kuat. Karena mereka akan melakukan amal secara berkesinambungan, tanpa lelah dan tanpa bosan. Ingatlah, sungguh tiada tempat sedikitpun bagi orang-orang yang malas dan berpangku tangan dalam barisan dakwah.
È@è%ur (#qè=yJôã$# uz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( cruäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤¶9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ
Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan (QS. At-Taubah, 9: 105)
Ruhul Jihad
Tanpa jihad, dakwah tidak akan pernah hidup. Urutan jihad yang pertama yang dituntut dari para pengemban dakwah adalah pengingkaran hati terhadap kemaksiatan pada Allah, dan puncaknya adalah berperang di jalan Allah ta’ala. Diantara keduanya ada jihad dengan lisan, pena, tangan, dan kata-kata yang benar di hadapan penguasa yang zalim.
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. (QS. Al-Hajj, 22: 78)
Ibnu Abbas ra berkata tentang pengertian jihad,
“Jihad adalah menguras potensi dalam membela agama Allah, dan tidak takut cercaan orang yang mencerca dalam melaksanakan agama Allah.”
Muqatil berkata,
Makna jihad adalah “Bekerjalah untuk Allah dengan sebenar-benar kerja, dan beribadahlah dengan sebenar-benar ibadah.”
Ibnul Mubarak berkata,
“Jihad adalah mujahadah terhadap jiwa dan hawa nafsu.”
DR. Sa’id Ramadhan Al-Buthi berkata,
“Jihad adalah mencurahkan potensi dalam rangka meninggikan kalimat Allah, dan membentuk masyarakat muslim. Sedangkan mencurahkan tenaga dengan melakukan perang adalah salah satu jenis dari jihad. Tujuan jihad adalah membentuk masyarakat yang islami, dan membentuk Negara Islam yang benar.”
Tadhiyah
At-Tadhiyah adalah mengorbankan jiwa, harta, waktu, kehidupan, dan segala-galanya demi mencapai tujuan.
Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. (QS. At-Taubah, 9: 111)
Marilah kita teladani Abu Bakar yang rela mengorbankan seluruh hartanya pada masa peperangan Tabuk. Begitu pula Shuhaib Ar-Rumi rela melepas apa yang dimiliki ke tangan kaum musyrikin untuk membela agama Allah hijrah dari Makkah ke Madinah.
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya Karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.(QS. Al-baqarah, 2: 207)
Taat pada Qiyadah
Amal harakah islamiyah adalah amal jama’i. Ada jundi (prajurit) dan ada qiyadah (komandan). Keduanya terikat dalam perjuangan dilandasi kesamaan visi, misi, dan program. Sikap taat—karena Allah—kepada qiyadah adalah keharusan dalam sebuah amal jama’i.
Apa yang akan terjadi jika program dan tugas dakwah yang telah direncanakan diterima oleh telinga yang tidak mampu mendengar, semangat yang melempem, serta hati yang berkecenderungan untuk membantah dan sombong? Tentu saja proyek-proyek besar akan mandeg seketika, amal-amal mulia akan mengalami kelumpuhan dan terkubur tanpa ada seorang pun yang melayatnya.
Kita tentu tahu ibrah agung dalam peperangan Uhud, bagaimana Rasulullah saw memerintahkan para pemanah untuk tidak meninggalkan posisi mereka apa pun yang terjadi. Akan tetapi tatkala mereka melihat kemenangan seolah-olah telah berpihak pada kaum muslimin, mereka turun meninggalkan posisinya dan melanggar perintah Rasulullah saw. Akhirnya terjadi serangan balik dari musyrikin yang menyebabkan 70 orang muslimin syahid. Pelajaran ini menegaskan tentang wajibnya ketaatan.
Karena itu para pengemban dakwah harus senantiasa siap melaksanakan perintah qiyadah dan merealisir dengan segera, baik dalam keadaan sulit maupun mudah, saat bersemangat maupun malas.
Tsabat
Tsabat artinya teguh beramal sebagai mujahid dalam memperjuangkan tujuannya, betapa pun jauh jangkauan dan lama waktunya.
Seorang pengemban dakwah hendaknya tetap dalam keadaan seperti itu sampai bertemu Allah swt. Niscaya ia akan mendapatkan salah satu dari dua kebaikan, yaitu hidup mulia atau mati syahid.
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya), (QS. Al-Ahzab, 33: 23)
Tajarrud
Tajarrud artinya totalitas atau bersungguh-sungguh pada suatu urusan. Di antara tanda-tanda sikap tajarrud yang harus dimiliki para pengemban dakwah adalah:
Pertama, mampu mensikapi manusia atau segala sesuatu dengan timbangan dakwah. Apakah ia berhak mendapatkan loyalitas atau berhak mendapatkan permusuhan.
Sesungguhnya telah ada suri tauldan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. (QS. Al-Mumtahanah, 60: 4)
Kedua, tidak merasa berat mempersembahkan jiwa di jalan Allah ta’ala dan mengatur segala urusannya serta seluruh kehidupannya sejalan dengan hukum-hukum dan perintah-perintah Allah ta’ala.
Para pengemban dakwah harus mampu menegakkan al-haq di dalam jiwa, nurani, dan kehidupan mereka, dalam bentuk aqidah, akhlak, ibadah, dan perilaku sehari-hari. Hasan Hudhaibi berkata: “Wahai Ikhwan, tegakkanlah Islam di dalam hatimu, tentu ia akan tegak di bumimu.”
Menjaga Ukhuwah
Ukhuwah adalah kekuatan iman yang menumbuhkan perasaan simpati, emosi yang tulus, kecintaan, kasih sayang, penghargaan, penghormatan, dan saling percaya antar orang-orang yang terikat dengan akidah tauhid dan manhaj Islam. Ukhuwah dapat menumbuhkan sikap saling tolong menolong, saling mengutamakan orang lain, saling mengasihi, saling memaafkan, saling berlapang dada, saling menanggung, dan saling mengokohkan.
Tingkatan ukhuwah yang paling rendah adalah salamatush shadr (bersihnya hati dari buruk sangka) dan yang tertinggi adalah itsar (mengutamakan orang lain). Seandainya para pengemban dakwah mengalami penurunan dari tingkatan ukhuwah yang paling rendah—yaitu salamatush shadr—maka perpecahan akan muncul dan pertentangan akan semakin meluas. Kedua hal ini dapat mengantarkan jama’ah dakwah pada kekalahan dan kehancuran.
Taatlah kepada Allah dan rasul-Nya, janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar., (QS. Al-Anfal, 8: 46)
Tsiqah
Bekal terakhir yang harus disiapkan para pengemban dakwah adalah tsiqah, yakni rasa puasnya seorang prajurit atas komandannya dalam hal kemampuan dan keikhlasannya, dengan kepuasan mendalam yang menumbuhkan rasa cinta, penghargaan, penghormatan, dan ketaatan.
Para prajurit dakwah hendaknya selalu waspada dan berhati-hati terhadap musuh-musuh yang selalu berupaya menimbulkan friksi internal demi memenangkan pertarungan melawan al-haq. Untuk itu para pengemban dakwah harus menjaga dan memperkokoh tsiqah-nya pada pemimpin agar dakwah terus bergulir mencapai tujuannya.
Wallahu a’lam.
Maraji’: Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan, Muhammad Abdullah Al-Khatib & Muhammad Abdul halim Hamid.
10 Bekal di Perjalan
Written By Administrator on Jumat, 06 Agustus 2010 | 00.09
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Posting Komentar