Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan hari Ahad kemarin (11/7) mengatakan bahwa pembantaian di Srebrenica tahun 1995 merupakan pukulan berat bagi martabat manusia.
Berbicara dalam upacara untuk memperingati 15 tahun peristiwa pembantaian Srebrenica, Perdana Menteri Erdogan mengatakan bahwa "pembantaian Srebrenica adalah noktah hitam untuk Balkan serta sejarah Eropa".
"Berdasarkan nilai-nilai kita, mereka tidak mati tapi masih hidup. Mereka berada di sini mendengarkan kita dan mengamati kita," kata Erdogan dalam sambutannya.
Para korban pembantaian Srebrenica kehilangan nyawa demi tanah air, kehormatan dan kemanusiaan mereka. Mereka dibantai dengan kejam, tanpa hukum, tanpa pembelaan, Erdogan menekankan.
Pembantaian Srebrenica merujuk pada peristiwa pada bulan Juli 1995 yang menewaskan lebih dari 8.000 pria Muslim dan anak laki-laki Bosnia, sewaktu terjadi pembersihan etnis terhadap 25.000-30,000 pengungsi di daerah Srebrenica di Bosnia dan Herzegovina, oleh unit-unit militer di bawah pimpinan Jenderal Ratko Mladic selama Perang Bosnia.
Erdogan mengacu pada Mahkamah Internasional di Den Haag yang memutuskan bahwa apa yang terjadi di Srebrenica adalah sebuah genosida.
Tepat 15 tahun yang lalu, sekitar 10.000 pria, wanita dan anak-anak menjadi objek sasaran pembersihan etnis. Masih ada ratusan yang hilang atau telah meninggal tanpa pemakaman, kata Erdogan.
"Kita telah melihat hari ini bahwa seorang wanita Bosnia berjabat tangan dengan Presiden Serbia Boris Tadic sedangkan wanita itu telah kehilangan suaminya dan dua anaknya 15 tahun yang lalu dalam pembantaian Srebrenica. Saya telah melihat tekad dan kehormatan di mata wanita ini, namun tidak ada kebencian. Saya mengucapkan selamat kepada dirinya atas sikapnya itu. Inilah yang diperlukan untuk mewujudkan perdamaian global, harus lebih banyak ibu seperti dia," kata PM Turki ini.
Kantor berita Anadolu melaporkan, Erdogan kemudian mengatakan, "Kita tahu bahwa kematian satu manusia seperti kematian seluruh umat manusia. Kita sedang mengambil langkah-langkah yang didasarkan pada pemahaman. Oleh karena itu, kita bersikeras mengatakan 'perdamaian', 'perdamaian' dan 'perdamaian'. "
"Kami tidak akan pernah melupakan Srebrenica dan tidak akan membiarkannya dilupakan. Kami tidak akan membiarkan Srebrenica dihapus dari kenangan sehingga pembantaian serupa tidak terjadi lagi di sudut-sudut lain dunia di masa depan, " kata Erdogan.
Srebrenica telah dinyatakan sebagai zona aman oleh PBB dan banyak warga Bosnia yang berkumpul di sana untuk mencari perlindungan. Namun pada tanggal 11 Juli 1995, pasukan Serbia yang dipimpin oleh Jenderal Ratko Mladic mengambil alih wilayah aman tersebut.
Pasukan PBB menyatakan mereka kalah jumlah dan bahkan pasukan PBB sama sekali tidak melepaskan tembakan ke arah pasukan Serbia.
Dengan mata kepala mereka sendiri, mereka melihat pasukan Mladic menangkap penduduk Srebrenica dan mengambil para laki-laki dan anak laki-laki untuk dieksekusi.
Sejauh ini, lebih dari 3-ribu korban warga Bosnia telah telah dimakamkan. Para korban pembantaian ditemukan di 13 kuburan massal yang tersebar di sekitar Srebrenica. Sekitar 2-ribu mayat warga Bosnia sampai saat ini masih belum ditemukan.
Pembantaian Srebrenica adalah pembunuhan massal terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II. Pada tahun 2004, Mahkamah Internasional di Den Haag memutuskan apa yang terjadi di Srebrenica adalah sebuah genosida.
"Warga Turki telah merasakan rasa sakit dari semua bentrokan, perang dan tragedi di Balkan. Warga Turki di 81 provinsi menitikkan air mata dan berdoa. Sarajevo adalah sister city bagi Istanbul. Kota Belgrade adalah teman Ankara. Sejarah sungai Kizilirmak, Sakarya, Tuna, dan Drina secara umum adalah satu," kata Erdogan.
"Setiap perang, benturan dan perlawana adalah mengerikan. Namun, perang saudara dalam sejarah yang sama, budaya dan mungkin bahasa lebih buruk lagi," kata Erdogan.
Parlemen Serbia secara resmi mengutuk pembantaian Srebrenica.
"Kehadiran Presiden Tadic di sini hari ini merupakan langkah bersejarah bagi masa depan yang cerah. Sama seperti Srebrenica adalah tempat di mana martabat manusia yang terluka, dapat menjadi tempat di mana martabat manusia dapat kembali tumbuh dan menjadi tempat perdamaian, persahabatan, dan solidaritas," kata Erdogan.
"Sebagaimana posisi Turki, kami bekerja untuk kesejahteraan, stabilitas, ketenangan dan kedamaian Balkan," kata Erdogan.
"Saya yakin bahwa Bosnia-Herzegovina, Serbia dan Kroasia juga akan terus bekerja untuk nilai-nilai tersebut. Saya akan mengingat semua syuhada Srebrenica dengan rasa hormat dan berharap bahwa mereka semua berada di surga, imbuh Erdogan.
Sementara itu, Parlemen Eropa pada bulan Januari lalu menyatakan bahwa tanggal 11 Juli merupakan hari peringatan peristiwa Srebrenica dan mendesak negara-negara Eropa untuk mendukung resolusi.
Parlemen di Kroasia dan Montenegro melewati resolusi untuk menandai 11 Juli sebagai hari peringatan pembantaian Srebrenica.
Namun, warga Bosnia ingin adanya pengadilan internasional untuk mengakui bahwa genosida dilakukan di seluruh Bosnia tidak hanya di Srebrenica.(fq/wb)
Berbicara dalam upacara untuk memperingati 15 tahun peristiwa pembantaian Srebrenica, Perdana Menteri Erdogan mengatakan bahwa "pembantaian Srebrenica adalah noktah hitam untuk Balkan serta sejarah Eropa".
"Berdasarkan nilai-nilai kita, mereka tidak mati tapi masih hidup. Mereka berada di sini mendengarkan kita dan mengamati kita," kata Erdogan dalam sambutannya.
Para korban pembantaian Srebrenica kehilangan nyawa demi tanah air, kehormatan dan kemanusiaan mereka. Mereka dibantai dengan kejam, tanpa hukum, tanpa pembelaan, Erdogan menekankan.
Pembantaian Srebrenica merujuk pada peristiwa pada bulan Juli 1995 yang menewaskan lebih dari 8.000 pria Muslim dan anak laki-laki Bosnia, sewaktu terjadi pembersihan etnis terhadap 25.000-30,000 pengungsi di daerah Srebrenica di Bosnia dan Herzegovina, oleh unit-unit militer di bawah pimpinan Jenderal Ratko Mladic selama Perang Bosnia.
Erdogan mengacu pada Mahkamah Internasional di Den Haag yang memutuskan bahwa apa yang terjadi di Srebrenica adalah sebuah genosida.
Tepat 15 tahun yang lalu, sekitar 10.000 pria, wanita dan anak-anak menjadi objek sasaran pembersihan etnis. Masih ada ratusan yang hilang atau telah meninggal tanpa pemakaman, kata Erdogan.
"Kita telah melihat hari ini bahwa seorang wanita Bosnia berjabat tangan dengan Presiden Serbia Boris Tadic sedangkan wanita itu telah kehilangan suaminya dan dua anaknya 15 tahun yang lalu dalam pembantaian Srebrenica. Saya telah melihat tekad dan kehormatan di mata wanita ini, namun tidak ada kebencian. Saya mengucapkan selamat kepada dirinya atas sikapnya itu. Inilah yang diperlukan untuk mewujudkan perdamaian global, harus lebih banyak ibu seperti dia," kata PM Turki ini.
Kantor berita Anadolu melaporkan, Erdogan kemudian mengatakan, "Kita tahu bahwa kematian satu manusia seperti kematian seluruh umat manusia. Kita sedang mengambil langkah-langkah yang didasarkan pada pemahaman. Oleh karena itu, kita bersikeras mengatakan 'perdamaian', 'perdamaian' dan 'perdamaian'. "
"Kami tidak akan pernah melupakan Srebrenica dan tidak akan membiarkannya dilupakan. Kami tidak akan membiarkan Srebrenica dihapus dari kenangan sehingga pembantaian serupa tidak terjadi lagi di sudut-sudut lain dunia di masa depan, " kata Erdogan.
Srebrenica telah dinyatakan sebagai zona aman oleh PBB dan banyak warga Bosnia yang berkumpul di sana untuk mencari perlindungan. Namun pada tanggal 11 Juli 1995, pasukan Serbia yang dipimpin oleh Jenderal Ratko Mladic mengambil alih wilayah aman tersebut.
Pasukan PBB menyatakan mereka kalah jumlah dan bahkan pasukan PBB sama sekali tidak melepaskan tembakan ke arah pasukan Serbia.
Dengan mata kepala mereka sendiri, mereka melihat pasukan Mladic menangkap penduduk Srebrenica dan mengambil para laki-laki dan anak laki-laki untuk dieksekusi.
Sejauh ini, lebih dari 3-ribu korban warga Bosnia telah telah dimakamkan. Para korban pembantaian ditemukan di 13 kuburan massal yang tersebar di sekitar Srebrenica. Sekitar 2-ribu mayat warga Bosnia sampai saat ini masih belum ditemukan.
Pembantaian Srebrenica adalah pembunuhan massal terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II. Pada tahun 2004, Mahkamah Internasional di Den Haag memutuskan apa yang terjadi di Srebrenica adalah sebuah genosida.
"Warga Turki telah merasakan rasa sakit dari semua bentrokan, perang dan tragedi di Balkan. Warga Turki di 81 provinsi menitikkan air mata dan berdoa. Sarajevo adalah sister city bagi Istanbul. Kota Belgrade adalah teman Ankara. Sejarah sungai Kizilirmak, Sakarya, Tuna, dan Drina secara umum adalah satu," kata Erdogan.
"Setiap perang, benturan dan perlawana adalah mengerikan. Namun, perang saudara dalam sejarah yang sama, budaya dan mungkin bahasa lebih buruk lagi," kata Erdogan.
Parlemen Serbia secara resmi mengutuk pembantaian Srebrenica.
"Kehadiran Presiden Tadic di sini hari ini merupakan langkah bersejarah bagi masa depan yang cerah. Sama seperti Srebrenica adalah tempat di mana martabat manusia yang terluka, dapat menjadi tempat di mana martabat manusia dapat kembali tumbuh dan menjadi tempat perdamaian, persahabatan, dan solidaritas," kata Erdogan.
"Sebagaimana posisi Turki, kami bekerja untuk kesejahteraan, stabilitas, ketenangan dan kedamaian Balkan," kata Erdogan.
"Saya yakin bahwa Bosnia-Herzegovina, Serbia dan Kroasia juga akan terus bekerja untuk nilai-nilai tersebut. Saya akan mengingat semua syuhada Srebrenica dengan rasa hormat dan berharap bahwa mereka semua berada di surga, imbuh Erdogan.
Sementara itu, Parlemen Eropa pada bulan Januari lalu menyatakan bahwa tanggal 11 Juli merupakan hari peringatan peristiwa Srebrenica dan mendesak negara-negara Eropa untuk mendukung resolusi.
Parlemen di Kroasia dan Montenegro melewati resolusi untuk menandai 11 Juli sebagai hari peringatan pembantaian Srebrenica.
Namun, warga Bosnia ingin adanya pengadilan internasional untuk mengakui bahwa genosida dilakukan di seluruh Bosnia tidak hanya di Srebrenica.(fq/wb)
0 komentar:
Posting Komentar