(inilah.com/Agus Priatna)
Fenomena AKP di Turkey dalam dua Pemilu yakni di 2002 dan 2004 menjadi inspirasi bagi PKS melakukan perubahan. AKP dalam Pemilu 2002 lalu mampu meraup dukungan suara 34,29%. Sedangkan di 2004, AKP melejit dengan memperoleh 41,67% suara. Bahkan setelah memenangkan dua pemilu itu, AKP mampu mendorong kadernya menjadi Perdana Menteri (PM) Turkey yakni Abdullah Gul dan Recep Tayyib Erdogan.
Langkah PKS yang berorientasi sebagai partai terbuka, moderat dan modern, dalam pandangan Indonesianis dari Australias Nastional University (ANU) Greg Fealy sebagai upaya meniru langkah AKP di Turkey termasuk PAS di Malaysia. Kedua partai tersebut merupakan partai politik Islam.
“Proses keterbukaan PAS di Malaysia ada banyak kesamaan dengan PKS karena membiarkan orang nonmuslim masuk partai, tetapi hanya anggota, bukan anggota penuh. PKS bisa belajar sedikit dari PAS,” ujarnya ditemui di sela-sela arena Munas II PKS di Hotel Ritz Carlton akhir pekan lalu.
Namun, menurut profesor pada The Australian National University (ANU) ini hampir semua partai politik Islam yang melakukan proses keterbukaan seperti Partai PAS (Malaysia) dan Partai AKP (Turkey) memiliki resistensi baik dari kelompok konservatif maupun progresif. “Kadang lebih progresif dan kadang konservatif tergantung kondisi. Jalan yang mereka tempuh ke arah inklusif dan jalan terus,” ujarnya.
Entah terinspirasi dari kemajuan AKP di Turkey yang mampu mendorong kadernya sebagai pemimpin nasional, PKS pun dalam Pemilu 2014 mendatang mentargetkan tiga besar. Bisa menjadi nomor satu, nomor dua, ataupun nomor tiga. Artinya, Partai Demokrat, PDI Perjuangan dan Partai Golkar, bakal digeser target perolehan suara PKS. Mungkinkah PKS meniru sukses AKP?
Peneliti senior LSI yang juga penulis tesis ‘PKS dan Gerakan Sosial’, Burhanuddin Muhtadi menilai, tidak mudah PKS meniru sukses AKP di Turkey meskipun arah gerakannya sama. Menurut dia, faktor sosiopolitik antara Indonesia dan Turkey menjadi penyebabnya.
“Di Turkey, AKP berhadapan dengan rezim otoriter militeristik yang represif terhadap aktualisasi ke-Islaman. Sedangkan di Indonesia, ada NU dan Muhammadiyah yang menampung Islam di Indonesia,” ujarnya kepada INILAH.COM melalui saluran telepon di Jakarta, Senin (21/6).
Lebih lanjut Burhan menegaskan, di Indonesia, ormas NU dan Muhammadiyah memiliki resistensi yang kuat terhadap PKS. Apalagi, kultur muslim Indonesia terakomodasi dengan baik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan seperti penggunaan jilbab, peryaaan hari besar Islam yang sama sekali tidak ditemui saat rezim militer berkuasa di Turkey. “Bagi saya, PKS sulit meniru AKP Turkey karena perbedaan karakter pemilih dan sosiopolitik,” ujarnya.
Burhan juga menegaskan, perbedaan lainnya juga terjadi dalam karaketristik masyarakat muslim antara di Indonesia dan Turkey. Di Indonesia, sambung Burhan, tipikal khas muslim cenderung moderat. “Menariknya masyarakat muslim yang moderat itu terwadahi di NU dan Muhammadiyah yang kebetulan memiliki resistensi kuat terhadap PKS. Ini akan menyulitkan PKS,” cetusnya.
Hal ini sejatinya juga telah diantisipasi PKS melalui struktur barunya dengan membentuk Divisi Pengembangan Umat yang khusus menggarap kalangan NU dan Muhammadiyah melalui jaringan pesantren dan sekolah. Divisi ini dipimpin Ahmad Zaenudin yang juga anggota Komisi X DPR RI dari FPKS.
Meski demikian, Burhan mengapresiasi langkah PKS dengan melakukan perubahan orientasi kepartaian menjadi partai terbuka. Ia menyebut langkah ini langkah cerdas. “Pertama, karena ceruk pemilih lebih banyak di tengah dibanding kiri atau kanan. Kedua, dengan menjadi partai tengah ini upaya untuk memobilisasi dukungan finansial kebanyakan konglomerat dari kalangan nasionalis dari non pribumi yang berorientasi NKRI,” cetusnya. [mdr]
0 komentar:
Posting Komentar