
Abu Bakar Baasyir
(inilah.com)
(inilah.com)
Taufiq Kiemas dalam kunjungannya ke Pondok Pesantren Ngruki Solo itu didampingi para wakil ketua yakni Lukman Hakim Saefudin, Hajryanto Thohari, Farhan Hamid dan Ny Melani Leimena Suhali.
Salah seorang pengeritik atas pertemuan tersebut adalah intelektual Islam, Dr. Azyumardi Azra. Mantan Rektor Universitas Islam Syarif Hidayatulah itu menilai pertemuan pimpinan MPR dengan Baasyir bisa menimbulkan penafsiran yang keliru di kalangan masyarakat internasional.
“Dunia luar bisa menafsirkan pimpinan MPR sebagai pejabat negara RI melakukan restu terselubung atau condining silent terhadap tindakan-tindakan Baasyir selama ini. Seharusnya pimpinan MPR tidak sowan ke Baasyir,” kata Azra.
Berikut petikan percakapan wawancara lengkap Taufiq Kiemas dengan wartawan INILAH.COM Derek Manangka dalam perjalanan pulang dari Solo ke Jakarta pekan lalu.
Apa komentar Anda terhadap ketidak-setujuan pertemuan Ngruki?
Wajar kalau ada yang tidak setuju. Tapi bagi pimpinan MPR, lebih sangat tidak wajar jika kita sebagai bangsa tidak punya sikap yang jelas terhadap seorang warga negara seperti Baasyir.
Pimpinan MPR seolah tidak peduli terhadap suara yang mengaitkan Baasyir dengan kegiatan terorisme. Beberapa teroris yang ditangkap ada yang pernah belajar di Pondok Pesantren asuhan Baasyir.
Kami bukannya tidak mendengar suara-suara di luar yang mengaitkan Baasyir dengan kegiatan teroris. Tapi selama ini aparatur keamanan dan penegak hukum kan tidak berbuat apa-apa terhadap Baasyir. Berarti Baasyir tidak bermasalah.
Semestinya kalau aparat keamanan punya bukti keterlibatannya dalam kegiatan terorisme, mereka harus menangkapnya. Jangan cuma bicara dari jauh. Karena kalau sikap aparat seperti itu, masyarakat menjadi bingung. Tidak jelas mana yang harus dijadikan pegangan.
Jadi kunjungan pimpinan untuk membuat klarifikasi status Baasyir?
Tidak. Kami mengunjungi salah seorang warga negara Indonesia yang namanya dikenal banyak orang.
Tapi mengapa harus semua pimpinan MPR?
Lengkap semua pimpinan, karena cara kami melaksanakan pekerjaan di MPR memang secara kolektif.
Tidakkah ini berlebihan? Telah menempatkan Basyir sebagai orang yang lebih penting dari tokoh lainnya?
Kalau Anda ikuti semua perjalanan dalam rangka sosialisasi Gerakan Empat Pilar, semua pimpinan MPR, melakukannya secara bersama. Soal Baasyir kalau mau dikatakan bukan orang penting, yah salah juga. Dia memang orang penting. Karena setahu saya ketika Mbak Mega menjadi Presiden RI, justru Presiden Amerika George Bush secara khusus meminta supaya Baasyir diekstradisi ke Amerika.
Ketika permintaan itu diajukan, Baasyir sedang dalam tahanan polisi. Berarti kan Baasyir memang orang penting, paling tidak di mata seorang Presiden Amerika. Anda tahu, Presiden Mega menolak permintaan Presiden Bush.
Jadi saya kira kita tidak perlu berpura-pura. Kalau dia memang orang penting dalam elemen bangsa, yah kita harus katakan begitu. Tapi yang pasti kunjungan atau silaturahmi pimpinan MPR dengan Baasyir tidak dalam konteks mau menjadikan Baasyir lebih penting dari orang lain.
Memperlakukan Baasyir sebagai orang penting dianggap keliru, karena kedudukannya sekarang beda dengan ketika Presiden Mega berkuasa. Misalnya Baasyir katanya sudah pecah kongsi dengan Majelis Mujahidin. Sehingga Baasyir sangat diuntungkan dengan kunjungan pimpinan MPR.
Kami juga mendengar dan tahu hal itu. Tapi konteksnya kan bukan di situ. Dia kami anggap sebagai salah seorang warga negara Indonesia yang perlu diajak dan dilibatkan dalam sosialisasi Gerakan Empat Pilar. Soal dia mau atau tidak, persoalannya terpisah. Kalau sudah diajak tapi tidak mau ikut, yah nggak salah dong kalau kami tinggalkan. [mdr
Komentar
Posting Komentar