Hidayatullah.com--Hari kedua (2/4) musyawarah nasional (Munas) ke-27 Tarjih Muhammadiyah diisi sejumlah seminar. Seminar tersebut berkaitan dengan sejumlah perspektif fikih guna menjawab permasalah bangsa; sosial, pendidikan, tata kelola, dan pemberdayaan ekonomi syari’ah kerakyatan.
Acara tersebut menghadirkan langsung narasumber, Gubernur Jawa Timur, Soekarwo dan Dr. Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) dan juga Wakil Ketua Majelis Ketua Diktilitbang PP Muhammadiyah, Dr. Edy Suandi Hamid.
Kepada hidayatullah.com, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Syamsul Anwar mengatakan seminar tersebut guna menggali sejumlah nilai dasar Islam seperti yang terkandung dalam fikih almaun. Menurutnya, universalitas fikih alma'un memiliki muatan untuk memberikan pelayanan kepada umat yang termaljinalkan.
“Setidaknya, membangkitkan etos kerja dan pelayanan kepada umat,” ujarnya usai acara.
Lebih lanjut dia mengatakan, seluruh pandangan yang dihasilkan dari acara tersebut untuk mencari formulasi dan pandangan pokok berbagai persoalan keummatan. Nantinya hal tersebut akan ditanfidzkan oleh PP Muhammadiyah menjadi putusan tarjih yang mengikat secara organisasi. Karena itu, menurutnya, Tarjih akan membuat buku pedoman yang akan menjadi rujukan.
Hal yang sama disampaikan Rektor UMM Dr. Muhadjir Effendy, surat alma'un konteksnya begitu kompleks dan luas. Karena itu, kompleksitas yang beragam itulah, menurutnya, jangan sampai ada hal yang tidak diketahui status hukumnya. “Berbagai problem harus diketahui status hukumnya, agar jelas” terangnya.
Banyak Aspek Yang Harus Diperjelas Status Hukumnya
Sementara, dalam acara seminar banyak hal keummatan yang mengemuka. Terutama ketika sesi tanya jawab dengan gubernur Jatim, Soekarwo. Para peserta mengeluhkan banyaknya sektor usaha rakyat kecil yang menimbulkan banyak masalah. Seperti pengiriman TKI dan TKW ke luar negeri. Fenomena yang ada, TKW dan TKI banyak menimbulkan problem moral.
“Gara-gara ditinggal suami jadi TKI, seorang perempuan harus tinggal sendirian bertahun-tahun,” ujar salah seorang peserta. Begitu juga TKW yang berada di luar negeri, selama ini banyak masalah yang timbul; tidak mendapat gaji, moral bahkan nyawa. “Karena itu, pemerintah harus membuat kebijakan agar Tarjih bisa membuat fatwa yang jelas,” terangnya. Tidak hanya itu, penertiban lapak-lapak oleh Satpol PP juga sering menimbulkan problem. Gara-gara mempertahankan dagangannya, para penjual kerap membuka aurat.
Sementara, dalam masalah ekonomi syariah, peserta mengeluhkan adanya bank yang berlabel syariah namun faktanya sama dengan bank konvensional kapitalistik. Label syari’ah masih sebatas akadnya saja, sedang dalam praktiknya setali tiga uang dengan bank-bank konvensional lainnya. Tidak hanya itu, dikatakan juga selama ini ekonomi Islam terkesan simbolik dan melangit. Belum dibreakdown ke dalam kerangka kerja yang jelas.
Sementara, Dr. Edy Suandi Hamid mengatakan, di Timur Tengah sendiri tidak ada label ekonomi Islam tapi secara substansi Islam.
“Mungkin perlu dibicarakan lebih luas oleh Muhammdiyah terkait hal itu. Dan pembahasan ekonomi Syariah tidak hanya berhenti pada skala lokal dan perserikatan Muhammadiyah, tapi dalam skala internasional,” ujarnya.
Selain dihadiri Gubernur Jatim, Munas Tarjih ini juga dihadiri para ulama dan cendekiawan Muhammadiyah dari anggota Tarjih. Mereka terdiri dari personil PP Muhammadiyah, Pimpinan dan Anggota Majelis tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Tidak hanya itu, hadir juga utusan Majelis tarjih dan Tadjid PW Muhammadiyah se-Indonesia. [ans/www.hidayatullah.com]
0 komentar:
Posting Komentar