Pernahkan Anda membayangkan, saat menyampaikan kuliah Islam sebagai dosen tamu Anda diprotes oleh seorang mahasiswa: "Mengapa Anda mengutip perkataan orang yang tidak memiliki jenggot?" Syaikh Ad-Dawuri pernah mengalaminya.
Nama lengkapnya Abdurrahman Ad-Dawuri (1332-1394 H / 1913-1979 M). Seorang hafidz dan ulama besar yang menulis lebih dari 25 buku. Masa hidupnya dihabiskan untuk membaktikan diri kepada Islam. Wilayah dakwahnya di Kuwait dan Arab Saudi. Syaikh Ad-Dawuri juga berkawan dengan Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Menteri Pendidikan Arab Saudi saat itu, Hasan Ali As-Syaikh.
Saat diprotes karena mengutip kata-kata Sayyid Qutb yang tidak berjenggot itu Syaikh Ad-Dawuri menjawab dengan tegas: "Betapapun Sayyid Qutb tidak berjenggot, tapi ia punya perasaan, kesadaran, keimanan, keyakinan, kemuliaan, kehormatan, ghirah terhadap Islam dan kaum muslimin. Ia mempersembahkan nyawanya sebagai 'tumbal' agama. Ia syahid di jalan Allah untuk meraih keridhaan-Nya dan berambisi mendapatkan surga. Ketika musuh-musuh Islam merayunya agar berubah sikap ia mengucapkan kata-kata populer, 'Mengapa saya harus minta belas kasihan? Jika saya dipenjara karena kebenaran saya ridha dengan hukum kebenaran. Jika saya dipenjara karena kebatilan, saya anti minta belas kasihan kepada kebatilan. Jari telunjuk yang bersaksi atas keesaan Allah dalam shalat menolak satu huruf pun pengakuan atas kekuasaan taghut.' Itulah Sayyid Qutb. Mana orang-orang berjenggot tapi tidak punya perasaan sikap dan kiprah pahlawan?"
Syaikh Ad-Dawuri telah mengajarkan kepada kita bahwa jenggot bukanlah segalanya. Memang ia salah satu sunnah Rasulullah; untuk merawat, memelihara, dan merapikannya. Namun jenggot bukanlah penentu kebaikan seseorang. Jika saja jenggot itu yang menentukan, sungguh sangat kasihan orang-orang yang tidak dikaruniai jenggot oleh Allah. Atau mereka yang tidak ditumbuhkan jenggot kecuali bisa dihitung; hanya jenggot tipis.
Syaikh Ad-Dawuri benar. Tanpa jenggot pun Sayyid Qutb telah menorehkan sejarah perjuangan Islam yang luar biasa. Betapa banyak orang yang justru mendapatkan hidayah setelah membaca buku-buku Sayyid Qutb lalu tergerak untuk berjuang. Atau juga orang-orang yang mendapat hidayah menyaksikan ketegaran dan kokohnya jiwa Sayyid Qutb. Seperti dua orang polisi yang menggantungnya. Setelah eksekusi, mereka justru menemukan hidayah dan bertaubat. Mereka mengikuti jalan orang yang telah digantungnya sendiri.
Penilaian dini sebatas melihat jenggot adalah penilaian yang kerap merugikan. Apalagi jika ketiadaan jenggot membuat kita ber-su'udhon: ia bukan muslim yang komitmen. Atau langsung memvonis: ia bukan orang yang ittiba' pada sunnah Rasulullah. Syaikh Ad-Dawuri telah mengajarkan kepada mahasiswa itu, maukah kita mengambil pelajaran darinya? [Muchlisin]
Nama lengkapnya Abdurrahman Ad-Dawuri (1332-1394 H / 1913-1979 M). Seorang hafidz dan ulama besar yang menulis lebih dari 25 buku. Masa hidupnya dihabiskan untuk membaktikan diri kepada Islam. Wilayah dakwahnya di Kuwait dan Arab Saudi. Syaikh Ad-Dawuri juga berkawan dengan Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Menteri Pendidikan Arab Saudi saat itu, Hasan Ali As-Syaikh.
Saat diprotes karena mengutip kata-kata Sayyid Qutb yang tidak berjenggot itu Syaikh Ad-Dawuri menjawab dengan tegas: "Betapapun Sayyid Qutb tidak berjenggot, tapi ia punya perasaan, kesadaran, keimanan, keyakinan, kemuliaan, kehormatan, ghirah terhadap Islam dan kaum muslimin. Ia mempersembahkan nyawanya sebagai 'tumbal' agama. Ia syahid di jalan Allah untuk meraih keridhaan-Nya dan berambisi mendapatkan surga. Ketika musuh-musuh Islam merayunya agar berubah sikap ia mengucapkan kata-kata populer, 'Mengapa saya harus minta belas kasihan? Jika saya dipenjara karena kebenaran saya ridha dengan hukum kebenaran. Jika saya dipenjara karena kebatilan, saya anti minta belas kasihan kepada kebatilan. Jari telunjuk yang bersaksi atas keesaan Allah dalam shalat menolak satu huruf pun pengakuan atas kekuasaan taghut.' Itulah Sayyid Qutb. Mana orang-orang berjenggot tapi tidak punya perasaan sikap dan kiprah pahlawan?"
Syaikh Ad-Dawuri telah mengajarkan kepada kita bahwa jenggot bukanlah segalanya. Memang ia salah satu sunnah Rasulullah; untuk merawat, memelihara, dan merapikannya. Namun jenggot bukanlah penentu kebaikan seseorang. Jika saja jenggot itu yang menentukan, sungguh sangat kasihan orang-orang yang tidak dikaruniai jenggot oleh Allah. Atau mereka yang tidak ditumbuhkan jenggot kecuali bisa dihitung; hanya jenggot tipis.
Syaikh Ad-Dawuri benar. Tanpa jenggot pun Sayyid Qutb telah menorehkan sejarah perjuangan Islam yang luar biasa. Betapa banyak orang yang justru mendapatkan hidayah setelah membaca buku-buku Sayyid Qutb lalu tergerak untuk berjuang. Atau juga orang-orang yang mendapat hidayah menyaksikan ketegaran dan kokohnya jiwa Sayyid Qutb. Seperti dua orang polisi yang menggantungnya. Setelah eksekusi, mereka justru menemukan hidayah dan bertaubat. Mereka mengikuti jalan orang yang telah digantungnya sendiri.
Penilaian dini sebatas melihat jenggot adalah penilaian yang kerap merugikan. Apalagi jika ketiadaan jenggot membuat kita ber-su'udhon: ia bukan muslim yang komitmen. Atau langsung memvonis: ia bukan orang yang ittiba' pada sunnah Rasulullah. Syaikh Ad-Dawuri telah mengajarkan kepada mahasiswa itu, maukah kita mengambil pelajaran darinya? [Muchlisin]
http://muchlisin.blogspot.com/2010/04/bukan-sebatas-jenggot-akhi.html
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu
BalasHapus