Home » » Amerika Sekarang, Demokratis atau Fasis?

Amerika Sekarang, Demokratis atau Fasis?

Written By Administrator on Selasa, 06 April 2010 | 12.44


Chris Hedges, kolomnis, wartawan The New York Times yang pernah memenangkan penghargaan jurnalistik Pulitzer, mengurai analisisnya di situs Truthdig tentang kondisi AS sekarang ini.
Menurutnya, bibit-bibit fasisme mulai muncul di Amerika yang selama ini mengusung konsep demokrasi. Salah satu penyebabnya adalah kehancuran ekonomi yang dialami oleh negara adidaya itu, yang memicu krisis sosial berupa tingginya tingkat pengangguran dan bertambahnya jumlah rakyat miskin di AS. Berikut analisis lengkapnya.
Bahasa kekerasan selalu menimbulkan kekerasan. Saya menyaksikannya dari satu perang ke perang lainnya, mulai dari Amerika Latin sampai Balkan. Pemiskinan kelas pekerja dan punahnya harapan serta kesempatan memicu munculnya kelompok massa yang marah, yang siap untuk membunuh dan terbunuh.
Kelompok elite liberal yang bangkrut, yang terbukti tidak efektif menghadapi orang-orang kaya dan para penjahat, selalu dikesampingkan, pada saat keruntuhan ekonomi, sebelum para preman dan penghasut muncul untuk mempermainkan emosi orang banyak. Saya sudah menyaksikan drama ini. Saya tahu tahu setiap babaknya. Saya tahu bagaimana semua akan berakhir.
Saya pernah mendengar hal ini dalam bahasa lain di negara lain. Aku mengenali karakter-karakter yang sama, para badut, penipu dan orang-orang bodoh serta kelompok masa yang sama, yang sedang kebingungan dan kalangan liberal yang sama mandulnya serta putus asa, layak menerima apa yang telah mereka timbulkan.
"Kami diperintah bukan oleh dua partai tapi satu partai," kata Cynthia McKinney, anggota Kongres AS yang pernah mencalonkan diri sebagai presiden atas “tiket” dari Partai Hijau, "Ini adalah partai uang dan perang. Negara kita telah dibajak. Dan kita harus menjauhkan negeri ini dari orang-orang yang melakukan pembajakan itu. Satu-satunya pertanyaan sekarang adalah revolusi. Siapa yang akan didanai? "
Kalangan Demokrat dan para penganut paham liberal sangat menyadari adanya keputusasaan yang mendalam dari sisi pribadi dan ekonomi yang melanda AS, dan mereka pikir, menawarkan kaum pengangguran sebuah hak untuk menjaga anak-anak karena ketiadaan asuransi kesehatan, adalah sebuah langkah maju.
Mereka berpikir bahwa rancangan undang-undang tentang pekerjaan, yang akan  memberikan kredit tersendiri bagi pajak korporasi adalah respons rasional dalam situasi di mana tingkat pengangguran, riilnya mencapaih ampir 20 persen.
Mereka berpikir bahwa menjadikan masyarakat Amerika, dimana satu dari delapan di antaranya tergantung pada kupon makanan agar bisa makan, sebagai pembayar pajak dengan hasil triliunan dolar, hanya untuk membayar kejahatan di Wall Street dan membayai perang, adalah hal yang tak bisa diterima.
Mereka berpikir bahwa penolakan untuk menyelamatkan 2,4 juta orang yang diperkirakan akan dipaksa keluar dari rumah mereka akibat penyitaan tahun ini, bisa dibenarkan, lewat bahasa “tak berdarah” yang mereka sebut penghematan fiskal.
Pesannya sangat jelas. Hukum tidak berlaku untuk para elite penguasa. Pemerintahan tidak berfungsi.  Semakin lama rakyat bertahan dan tidak melakukan apa-apa, semakin lama pula penolakan mereka untuk menerima dan mengakui kemarahan kelas pekerja, dan semakin cepat mereka akan melihat demokrasi yang mengalami lesu darah akan mati.

Carut marut yang terjadi di Amerika mencerminkan carut marut yang pernah terjadi di Yugoslavia. Perang Balkan bukan disebabkan oleh kebencian lama antar etnis, tapi disebabkan oleh keruntuhan ekonomi Yugoslavia.
Para penjahat dan bajingan kecil yang mengambil alih kekuasaan memanfaatkan kemarahan dan keputusasaan para pengangguran dan mereka yang telah kehilangan harapan. Mereka memilih kambing kambing hitam yang sempurna dari etnis Kroasia sampai etnis Muslim, Albania bahkan orang-orang Gipsi.
Mereka menyusun gerakan-gerakan yang mengarah pada peperangan dan pengorbanan diri. Ada sedikit perbedaan Radovan Karadzic, yang kemudian menjadi penyair yang menggelikan dan menjadi sosok yang selalu diejek di Sarajevo sebelum perang, dengan Glenn Beck atau Sarah Palin yang pandir. Ada sedikit perbedaan antara kelompok “Penjaga Konstitusi” dan milisi Serbia. Kita dapat menertawakan orang-orang ini, tetapi mereka bukan orang tolol. Rakyat (Amerika) lah yang bodoh.
Semakin lama rakyat menghimbau kepada orang-orang Demokrat, yang menjadi pelayan bagi kepentingan perusahaan besar, mereka merasa jadi semakin bodoh dan tidak berguna.
Menurut jajak pendapat yang dilakukan NBC News/Wall Street Journal baru-baru ini, 61 persen orang Amerika percaya bahwa negara ini sedang mengalami penurunan, dan mereka benar. Hanya 25 persen responden yang menyatakan bahwa pemerintah dapat dipercaya dalam memberikan perlindungan bagi kepentingan rakyat Amerika.
Jika rakyat Amerika tidak merangkul kemarahan dan ketidakpercayaan ini sebagai milik mereka, maka kemarahan dan ketidakpercayaan itu akan diungkapkan dengan hantaman yang mengerikan dari kelompok sayap kanan.
"Ini saatnya bagi kita untuk berhenti berbicara tentang kanan dan kiri," McKinney.
Ia melanjutan, "Paradigma politik lama yang melayani kepentingan rakyat yang menempatkan kami dalam situasi sulit ini tidak akan menjadi paradigma yang membuat kita keluar dari masalah ini. Saya berasal dari Selatan. Janet Napolitano (Menteri Keamanan Dalam Negeri AS) mengatakan bahwa saya mesti takut pada orang-orang yang diberi label penganut supremasi kulit putih, tapi aku dibesarkan di di tengah supremasi kulit putih. Saya tidak takut dengan supremasi kulit putih, yang saya khawatirkan adalah pemerintahan saya sendiri.Undang-Undang Patriot Act tidak datang dari supremasi kulit putih, tapi datang dari Gedung Putih dan Kongres. Citizens United ( organisasi nirlaba di AS yang mempertahankan nilai-nilai konservatif) tidak datang dari supremasi kulit putih, tapi berasal dari Mahkamah Agung. Persoalan yang kita hadapi adalah persoalan tata kelola pemerintahan. Saya bersedia mengatasi hambatan tradisional yang dibangun dengan begitu terampil oleh orang-orang yang mengambi keuntungan dari cara bagaimana sistem ini diorganisir.”
Rakyat AS telah terikat kepada pihak yang telah mengkhianati setiap prinsip yang mereka klaim harus didukung, mulai dari perawatan kesehatan yang universal sampai prinsip untuk mengakhiri perang ekonomi, kebutuhan akan kualitas pendidikan yang baik dan terjangkau biayanya, serta kepedulian terhadap pekerjaan kelas buruh.
Dan rasa kebencian diungkapkan oleh mereka yang beradalam gerakan sayap kanan karena para elite yang berpendidikan tinggi tetap tidak bersalah, meski telah menciptakan bahkan tidak melakukan apapun untuk menghentikan bencana keuangan ini.
Para elite berpendidikan itu berkubang dalam pembenaran diri, membuang-buang waktu di “butik” aktivisme pembenaran politis sementara puluhan juta pekerja menjadi pengangguran. Teriakan kata-kata rasis dan fanatik pada anggota Kongres dari kalangan kulit hitam dan dari kalangan kaum gay, tindakan meludahi anggota DPR dari komunitas kulita hitam, aksi melempar batu bata melalui jendela kantor anggota dewan legislatif, merupakan bagian dari bahasa pemberontakan.
Pemberontakan terhadap terhadap kaum elite berpendidikan sama besarnya dengan pemberontakan terhadap pemerintah. Dan kesalahan ada pada rakyat yang telah menciptakan monster seperti itu.

Ketika seseorang seperti Palin (Sarah Palin, juru bicara DPR AS) mengatakan, "Pantang Mundur” ada orang-orang putus asa yang mendengarkan sambil membersihkan senjata mereka.
Ketika kelompok fasis Kristen berdiri di mimbar gereja dan mencela Barack Obama sebagai Anti-Kristus, ada kalangan penganut messiah yang taat, yang mendengarkan.
Ketika seorang anggota parlemen dari Republikan meneriaki Bart Stupak-senator dari Michigan dari Partai Republik-dengan perkataan "pembunuh bayi", ada kelompok ekstrim yang menyukai kekerasan beranggapan bahwa misi menyelamatkan para bayi yang belum lahir adalah tugas suci.
Hanya sedikit yang tersisa dari mereka, jika harus kehilangan lagi. Kami sangat yakin akan hal itu. Dan kekerasan yang mereka timbulkan merupakan ekspresi kekerasan yang mereka alami dan mereka mencoba bertahan menghadapi kekerasan itu.
Gerakan-gerakan ini belum sepenuhnya menjadi gerakan fasis. Mereka tidak secara terbuka menyerukan pemusnahan kelompok etnis atau agama. Mereka tidak secara terbuka mendukung kekerasan. Tapi, Fritz Stern, seorang sarjana fasisme yang telah menulis tentang asal-usul ideology Nazi, mengatakan pada saya, bahwa "Di Jerman ada kerinduan akan fasisme sebelum fasisme itu sendiri diciptakan."
Ini adalah kerinduan yang rakyat Amerika lihat sekarang. Dan ini berbahaya. Jika tidak segera disediakan lapangan kerja bagi para para pengangguran dan memulihkan perekonomian orang miskin, memberi mereka pekerjaan dan bantuan untuk lepas dari kredit macet, maka rasisme yang baru muncul dan kekerasan yang makin marak di tengah masyarakat Amerika akan menjadi api yang membesar.
Lepas dari itu semua, kebencian terhadap Islam radikal akan berubah menjadi kebencian terhadap umat Islam. Kebencian terhadap para pekerja tanpa dokumen resmi akan menjadi kebencian terhadao orang-orang Meksiko dan orang-orang Amerika Tengah.
Kebencian terhadap mereka yang tidak masuk dalam definisi “patriot” dalam sebagian besar gerakan orang kulit putih akan menjadi kebencian pada orang-orang Afrika-Amerika. Kebencian pada kaum liberal akan berubah menjadi sebuah kebencian pada semua lembaga-lembaga demokratis, dari perguruan tinggi sampai instansi pemerintah dan pers.
Impotensi dan sikap pengecut yang terus berlanjut, penolakan untuk mengartikulasikan kemarahan dan menentang Partai Demokrat dan Partai Republik, akan menyaksikan rakyat dibawa ke abad teror dan darah. (ln) eramuslim
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Islam Ku-Cinta - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger