Dibiarkan berada di tubuh Hai’ah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, untuk menghadang kelompok Salafi yang ada di dalamnya
Hidayatullah.com--Kabar mengenai pemecatan Ahmad bin Qasim Al Ghamidi, Kepala Hai’ah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, cabang Makkah ditarik dari situs Kantor Berita Saudi, demikian lansir Aljazeera.net (26/4/2010). Setelah dua jam dipublikasikan pada Ahad sore, penonaktifan dibatalkan. Keputusan itu juga menyangkut stabilisasi Hai’ah Amar Ma’ruf Nahi Munkar cabang Makkah.
Ini bukanlah keputusan pertama yang tertuju pada Al Ghamidi. Hal serupa terjadi pada awal Desember tahun 2009, dimana penonaktivan Al Ghamidi sempat mencuat, setelah menyatakan bahwa ikhtilath dibolehkan. Hanya saja Dr Abdul Muhsin Al Qafari, jubir Hai’ah menyanggah kabar itu.
Beberapa pekan sebelumnya, terjadi perdebatan antara mereka yang mendukung Al Ghamidi dan mereka yang berada dalam barisan Salafi, mengenai masalah ikhtilath, di televisi. Perdebatan yang melibatkan Al Ghamidi itu juga dipublikasikan di salah satu kanal televisi. Disamping masalah ikhtilath, Al Ghamidi juga berpendapat bahwa shalat berjama’ah bukanlah amalan yang diwajibkan dan bolehnya wanita menjalankan kendaraan.
Pandangan Al Ghamidi sendiri bertentangan dengan pandangan yang diikuti Hai’ah Amar Ma’ruf sendiri, yang menilai bahwa ikhtilath adalah perbuatan haram dan pelakunya harus dihukum. Dan Hai’ah juga melakukan patroli ketika waktu shalat hampir tiba, untuk memperingatkan agar warga melakukan shalat di masjid.
Dr Khalid Ad Dakhil, profesor sosiologi dan ilmu politik di Universitas Malik Saud di Riyadh menilai bahwa ada konflik internal di dalam Hai’ah sendiri, yakni terjadinya pertentangan tajam antara “kelompok terbuka” dengan kelompok Salafi mengenai beberapa masalah khilafiyah dalam fiqih.
Khalid menyebutkan bahwa Al Ghamidi dan kelompok pendukungnya memperoleh perlindungan dari gerakan reformasi yang dimotori oleh Raja Abdullah, yang ditandai dengan dibukanya Universitas Ilmu Tehnik Malik Abdullah pada akhir tahun 2009, yang mencampurkan mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam kelasnya.
Khalid menambahkan, bahwa sejak tahun 2008 Ha’aih Amar Ma’ruf Nahi Munkar mendapat banyak kritikan dari lembaga pers lokal. Fenomena ini menunjukkan adanya lampu hijau dari pemegang kebijakan potilik, untuk mengkritik badan keagamaan negara. Ini mengisyaratkan bahwa Saudi mulai memasuki era keterbukaan. Pembatalan penonaktifan Al Ghamidi sendiri merupaka bagian dari upaya reformasi terhadap Hai’ah dari pemerintah resmi. [tho/jzr/www.hidayatullah.com]
Hidayatullah.com--Kabar mengenai pemecatan Ahmad bin Qasim Al Ghamidi, Kepala Hai’ah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, cabang Makkah ditarik dari situs Kantor Berita Saudi, demikian lansir Aljazeera.net (26/4/2010). Setelah dua jam dipublikasikan pada Ahad sore, penonaktifan dibatalkan. Keputusan itu juga menyangkut stabilisasi Hai’ah Amar Ma’ruf Nahi Munkar cabang Makkah.
Ini bukanlah keputusan pertama yang tertuju pada Al Ghamidi. Hal serupa terjadi pada awal Desember tahun 2009, dimana penonaktivan Al Ghamidi sempat mencuat, setelah menyatakan bahwa ikhtilath dibolehkan. Hanya saja Dr Abdul Muhsin Al Qafari, jubir Hai’ah menyanggah kabar itu.
Beberapa pekan sebelumnya, terjadi perdebatan antara mereka yang mendukung Al Ghamidi dan mereka yang berada dalam barisan Salafi, mengenai masalah ikhtilath, di televisi. Perdebatan yang melibatkan Al Ghamidi itu juga dipublikasikan di salah satu kanal televisi. Disamping masalah ikhtilath, Al Ghamidi juga berpendapat bahwa shalat berjama’ah bukanlah amalan yang diwajibkan dan bolehnya wanita menjalankan kendaraan.
Pandangan Al Ghamidi sendiri bertentangan dengan pandangan yang diikuti Hai’ah Amar Ma’ruf sendiri, yang menilai bahwa ikhtilath adalah perbuatan haram dan pelakunya harus dihukum. Dan Hai’ah juga melakukan patroli ketika waktu shalat hampir tiba, untuk memperingatkan agar warga melakukan shalat di masjid.
Dr Khalid Ad Dakhil, profesor sosiologi dan ilmu politik di Universitas Malik Saud di Riyadh menilai bahwa ada konflik internal di dalam Hai’ah sendiri, yakni terjadinya pertentangan tajam antara “kelompok terbuka” dengan kelompok Salafi mengenai beberapa masalah khilafiyah dalam fiqih.
Khalid menyebutkan bahwa Al Ghamidi dan kelompok pendukungnya memperoleh perlindungan dari gerakan reformasi yang dimotori oleh Raja Abdullah, yang ditandai dengan dibukanya Universitas Ilmu Tehnik Malik Abdullah pada akhir tahun 2009, yang mencampurkan mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam kelasnya.
Khalid menambahkan, bahwa sejak tahun 2008 Ha’aih Amar Ma’ruf Nahi Munkar mendapat banyak kritikan dari lembaga pers lokal. Fenomena ini menunjukkan adanya lampu hijau dari pemegang kebijakan potilik, untuk mengkritik badan keagamaan negara. Ini mengisyaratkan bahwa Saudi mulai memasuki era keterbukaan. Pembatalan penonaktifan Al Ghamidi sendiri merupaka bagian dari upaya reformasi terhadap Hai’ah dari pemerintah resmi. [tho/jzr/www.hidayatullah.com]
0 komentar:
Posting Komentar