"Shahada" menokohkan tiga orang Muslim yang tinggal dan hidup di Jerman, yaitu Maryam, Sammy, dan Ismail, dengan masing-masing latar belakang kehidupan yang berbeda-beda dan saling kontras, namun sama-sama berjuang untuk mempertahankan jati diri dan identitas kemusliman mereka di tengah-tengah kehidupan Eropa.
Banyak pihak yang memuji film garapan sutradara muda ini, karena dipandang penuh nilai kemanusiaan, sekaligus memotret dua dunia (Islam dan Barat) tanpa harus memperburuk salah satu pihak, bahkan berusaha mempertemukan keduanya.
"Shahada" juga memotret banyak citra positif tentang Islam, utamanya ajaran-ajaran mulianya, salah satunya adalah memerangi aborsi dan seks menyimpang--dua penyakit akut masyarakat Eropa. "Shahada" juga banyak meluruskan opini masyarakat Eropa tentang Islam, yang selama ini dipandang kurang benar.
Sebelum terjun ke dunia film, Qurbani tercatat sebagai penulis dan cendikiawan Muslim Jerman yang aktif. Pasca tragedi 11/9, Qurbani banyak memberikan kuliah dan menurunkan tulisan di berbagai media internasional tentang citra positif Islam.
"Selama bertahun-tahun saya memperjuangkan citra dan masalah-masalah keislaman di surat-surat kabar. Sekarang saya tertarik untuk melakukannya lewat media film," kata Qurbani.
Di sisi yang lain, Qurbani juga mengkritik peran pasif dan sifat malas umat Muslim untuk membangun citra positif mereka di kancah internasional dengan cara-cara dan media yang cerdas dan elegan.
"Saya seorang Muslim, namun saya tak memungkiri jika orang Muslim adalah pemalas dalam hal membangun opini dan citra positif mereka di dunia internasional," kata Qurbani.
Ditegaskan Qurbani, Shahada adalah salah satu upaya dirinya untuk membangun citra tersebut. "Film yang kami garap merupakan upaya kami untuk berdialog sekaligus awal mula perbincangan tentang Islam, agar masyarakat Eropa tertarik untuk memperhatikannya dengan lebih baik," kata Qurbani. (ags/shorouk) eramuslim
0 komentar:
Posting Komentar