im sumarsono

Budiman Sudjatmiko
[Inilah.com]
Waktu itu, Presiden RI pertama langsung melakukan pelarangan. Bung Karno merasa terganggu dengan gaya dan lirik lagu Koes bersaudara. Kurang nasionalis. Tidak patriotis. Melankolis. Cengeng. Terlalu kebarat-baratan.
Waktu itu, istilah yang digunakan adalah:''Musik kok ngak ngek ngok!''
Koes Plus memang berkiblat pada musik barat yang lagi nge-trend: The Beatles. Mulai gaya rambut sampai ritme lagu, John Lenon abis.
Jaman berubah. Koes Plus tak bermasalah dengan Orde Baru. Malah, kelompok musik ini banyak dapat job. Dan, mengalirlah lagu-lagu nasionalisme populer seperti Nusantara atau Kolam Susu.
Nah, korban berikutnya adalah Betharia Sonata. Pada saat Menteri Penerangan Orde Baru dipegang oleh Harmoko, sempat ada larangan tidak tertulis. Yaitu, agar TVRI (yang saat itu jadi satu-satunya televisi) tidak menayangkan lagu-lagu cengeng. Tidak mendidik. Membuat penonton jadi melankolis.
Untuk beberapa waktu, Betharia Sonata tak bisa melantunkan lagu Pulangkan saja, aku pada ibuku, atau ayahku...
Jaman kembali berubah. Sekarang, memasuki pemerintahan keempat zaman reformasi, tak ada satupun penyanyi yang diprotes. Apalagi sampai ditahan oleh para penguasa politik karena memainkan musik ngak ngek ngok.
Aneh. Yang terjadi malah sebaliknya. Tiba-tiba, para politisinya yang menjadi melankolis. Menjadi cengeng. Menjadi mengharu-biru.
Coba saja, publik tiba-tiba menjadi akrab dengan kalimat-kalimat penghibaan. Seperti:
''Saya didzolimi.'' Atau,''Saya teraniaya.'' Nah, ada lagi yang lebih melankolis:''Saya dihakimi oleh praduga-praduga yang membuat harkat dan martabat saya dijatuhkan... bla... bla... bla... bla!''
Dalam sebuah diskusi terbuka, pengamat politik dari LIPI, Ikrar Nusa Bhakti sampai sedikit kesal menanggapi fenomena ini.
''Teraniaya atau terdzolimi, itu hanya berlaku bagi kaum yang lemah. Kaum yang tertindas. Tidak ada yang namanya penguasa atau orang yang sedang memegang kekuasaan menyebut dirinya terdzolimi. Bagaimana bisa terdzolimi atau teraniaya, dia yang memegang kekuasaan? Rakyat sudah memberikan mandat. Itu tipikal politisi cengeng saja.''
Tajam juga analisa ini. Bagaimana seorang penguasa teraniaya oleh rakyatnya. Atau, bagaimana seorang majikan teraniaya oleh buruhnya. Lebih aneh lagi, bagaimana seorang yang menentukan, terdzolimi oleh orang-orang yang sedang menunggu keputusan?
Jawabannya: saya sepakat dengan pandangan politisi PDIP, Budiman Sudjatmiko. Bahwa, orientasi politik Indonesia sedang berubah. Dari politik substansial ideologis, bergeser menjadi demokrasi visual.
Politik dibangun dari pencitraan. Dibangun dari rekayasa simpati untuk memperoleh dukungan.
Saya kira, ini episode baru tren politik nasional Indonesia: Kebangkitan Politisi Ngak Ngek Ngok.[*]
sumber : http://parlemen.inilah.com/news/read/2010/02/02/319972/politisi-ngak-ngek-ngok/
Komentar
Posting Komentar