Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai pemerintah belum peka terhadap situasi dan kondisi perekonomian rakyat saat ini
Hidayatullah.com—Pernyataan ini disampaikan Prof Dr. Din Syamsuddin saat membuka “Seminar dan Lokakarya Pra-Muktamar Satu Abad Muhammadiyah”, di Yogyakarta kemarin.
"Pemerintah buta dan tuli, tidak saja secara fisik tetapi juga buta hatinya sehingga tidak bisa melihat situasi dan kondisi ekonomi rakyat," kata Din Syamsuddin.
Din menambahkan, rakyat Indonesia termasuk umat Islam mengingatkan langkah cepat dan nyata untuk memperbaiki situasi dan kondisi ekonomi nasional yang cenderung memberikan kesejahteraan yang berkeadilan.
Ia mengungkapkan, setidaknya ada ribuan pedagang di pasar-pasar tradisional yang merasa resah dengan kesepakatan kerja sama perdagangan bebas ASEAN-Cina (ACFTA) mulai 1 Januari 2010 lalu.
"Pemerintah juga cenderung memberikan prioritas kepada pengusaha internasional dibandingkan pengusaha kecil dan mikro yang sebagian besar merupakan penggerak ekonomi nasional," tutur Din. "Pemerintah belum berpihak pada rakyat. Padahal harus keadilan dan pemerataan bagi ekonomi kerakyatan," katanya lagi seperti dikutip Antara.
Dalam acara yang menampilkan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai pembicara kunci itu, Din mengakui, Muhammadiyah sebagai ormas terbesar di Indonesia tidak lagi "greget" mendorong kader-kadernya berwirausaha.
"Namun, keberadaan kader-kader Muhammadiyah yang telah sukses berwirausaha masih ada walau tidak banyak. Sejak Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan, memang berorientasi pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan, dengan menjadi pedagang. Namun, seiring waktu, banyak kader Muhammadiyah yang tertarik bidang lain," tutur Din.
Jalan yang benar
Sementara itu, dari Padang, mantan Ketua MPR Amien Rais mengingatkan, agar tokoh dan elite pemimpin bangsa untuk mau kembali ke jalan yang benar.
"Kalau sebuah bangsa sering diberi peringatan tapi tidak mengambil hikmahnya, maka bisa diceburkan kedalam lubang yang lebih dalam lagi," kata Amien Rais yang juga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu.
Ia mencontohkan negara Yugoslavia yang kini sudah tidak ada lagi. "Dulu ada negara Yugoslavia, negara Eropa Timur yang kuat. Kini, negara itu sudah tidak ada lagi, karena sudah terpecah menjadi negara Kroasia, Bosnia, dan lainnya," kata Amien.
Hal yang sama juga dialami negara Uni Soviet. Negara kuat itu juga sudah tidak ada lagi.
Ia mengatakan, kalau Indonesia, tokoh-tokohnya tidak mendengar kebenaran yang disampaikan, maka tidak mustahil apa yang terjadi pada Uni Soviet dan Yugoslavia bisa terjadi di sini.
Terkait kasus Bank Century, Amien Rais berharap masalah ini dibawa ke ranah hukum. "Kalau ada unsur pidana dalam kasus Bank Century, maka harus dibawa ke ranah hukum," kata Amien.
Ia mengatakan, kasus Bank Century terjadi akibat penggelontoran dana negara kepada bank milik Robert Tantular tersebut. Untuk itu, pihak yang menyebabkan terjadinya penggelontoran uang negara tersebut, kata Amien, perlu dimintai pertanggungjawaban. [ska/www.hidayatullah.com]
Hidayatullah.com—Pernyataan ini disampaikan Prof Dr. Din Syamsuddin saat membuka “Seminar dan Lokakarya Pra-Muktamar Satu Abad Muhammadiyah”, di Yogyakarta kemarin.
"Pemerintah buta dan tuli, tidak saja secara fisik tetapi juga buta hatinya sehingga tidak bisa melihat situasi dan kondisi ekonomi rakyat," kata Din Syamsuddin.
Din menambahkan, rakyat Indonesia termasuk umat Islam mengingatkan langkah cepat dan nyata untuk memperbaiki situasi dan kondisi ekonomi nasional yang cenderung memberikan kesejahteraan yang berkeadilan.
Ia mengungkapkan, setidaknya ada ribuan pedagang di pasar-pasar tradisional yang merasa resah dengan kesepakatan kerja sama perdagangan bebas ASEAN-Cina (ACFTA) mulai 1 Januari 2010 lalu.
"Pemerintah juga cenderung memberikan prioritas kepada pengusaha internasional dibandingkan pengusaha kecil dan mikro yang sebagian besar merupakan penggerak ekonomi nasional," tutur Din. "Pemerintah belum berpihak pada rakyat. Padahal harus keadilan dan pemerataan bagi ekonomi kerakyatan," katanya lagi seperti dikutip Antara.
Dalam acara yang menampilkan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai pembicara kunci itu, Din mengakui, Muhammadiyah sebagai ormas terbesar di Indonesia tidak lagi "greget" mendorong kader-kadernya berwirausaha.
"Namun, keberadaan kader-kader Muhammadiyah yang telah sukses berwirausaha masih ada walau tidak banyak. Sejak Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan, memang berorientasi pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan, dengan menjadi pedagang. Namun, seiring waktu, banyak kader Muhammadiyah yang tertarik bidang lain," tutur Din.
Jalan yang benar
Sementara itu, dari Padang, mantan Ketua MPR Amien Rais mengingatkan, agar tokoh dan elite pemimpin bangsa untuk mau kembali ke jalan yang benar.
"Kalau sebuah bangsa sering diberi peringatan tapi tidak mengambil hikmahnya, maka bisa diceburkan kedalam lubang yang lebih dalam lagi," kata Amien Rais yang juga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu.
Ia mencontohkan negara Yugoslavia yang kini sudah tidak ada lagi. "Dulu ada negara Yugoslavia, negara Eropa Timur yang kuat. Kini, negara itu sudah tidak ada lagi, karena sudah terpecah menjadi negara Kroasia, Bosnia, dan lainnya," kata Amien.
Hal yang sama juga dialami negara Uni Soviet. Negara kuat itu juga sudah tidak ada lagi.
Ia mengatakan, kalau Indonesia, tokoh-tokohnya tidak mendengar kebenaran yang disampaikan, maka tidak mustahil apa yang terjadi pada Uni Soviet dan Yugoslavia bisa terjadi di sini.
Terkait kasus Bank Century, Amien Rais berharap masalah ini dibawa ke ranah hukum. "Kalau ada unsur pidana dalam kasus Bank Century, maka harus dibawa ke ranah hukum," kata Amien.
Ia mengatakan, kasus Bank Century terjadi akibat penggelontoran dana negara kepada bank milik Robert Tantular tersebut. Untuk itu, pihak yang menyebabkan terjadinya penggelontoran uang negara tersebut, kata Amien, perlu dimintai pertanggungjawaban. [ska/www.hidayatullah.com]
0 komentar:
Posting Komentar